Senin, 16 Februari 2009

Petani Modern Yang Sukses

Banyak petani yang kini bernasib naas, hanya menjadi tukang tanam. Namun, di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa barat, ada petani-petani yang telah berhasil memperlihatkan diri sebagai petani modern yang sukses. Cirinya, kehidupan mereka tidak hanya berkutat di kebun. Mereka memiliki banyak waktu untuk membagi ilmu kepada masyarakat petani lain agar bisa menjadi lebih maju.

Menurut buku Fokus Hidup karya Jerry Foster, seorang perencana keuangan di Amerika serikat yang telah menjadi pembicara dalam Family Life, Weekend to Remember, Marriage Conferences, kesuksesan hidup memberikan lima dimensi keuntungan, yaitu finansial, intelektual, hubungan, rohaniah, dan jasmaniah. Semua dimensi ini tampak menjadi keseharian para petani di Desa Cibodas.

Menurut Doyo Mulyo Iskandar, seorang petani sekaligus Ketua Kelompok Tani Mekar Tani Jaya di desa tersebut, hampir seluruh petani di desanya memiliki pegawai di kebun. Jumlah pegawainya mencapai 4-50 orang.

Mereka bekerja secara berkelompok untuk memenuhi permintaan pasar secara berkesinambungan. Kesinambungan usaha yang dibangun atas dasar kerja sama ini mengakibatkan mereka bisa mendapatkan penghasilan Rp 2 juta per bulan.

Para petani juga bisa menabung untuk membangun rumah, juga menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Rumah- rumah mereka umumnya bersih dan besar. Selain rumah untuk kepentingan keluarga, mereka juga bisa membangun rumah untuk kepentingan tamu.

Doyo, misalnya, ia memiliki satu rumah lain lengkap dengan perabot rumah tangga yang ia sediakan sebagai penginapan para tamu, baik petani, mahasiswa, maupun pegawai dari berbagai dinas yang ingin mempelajari pertanian di desanya hingga beberapa hari.

"Kalau ada rezeki, saya tabungkan uang untuk membeli kasur baru agar semua orang yang datang bisa tidur dengan enak," kata Doyo.

Petani di Kelompok Tani Mekar Tani Jaya tidak menghabiskan waktu mereka di kebun untuk bekerja. Mereka sering pergi ke berbagai desa lain di Jawa Barat maupun di provinsi-provinsi lain untuk melatih petani. Sejak awal, para petani ini berkomitmen untuk berkonsentrasi membangun kemitraan dan melakukan pelatihan kepada para petani.

"Saya puas melakukannya. Bertemu dengan petani dan membagikan ilmu bukan berarti menambah saingan. Kami malah bisa mendapat ilmu baru," kata Doyo.

Doyo mencontohkan, selama ini ia dan para petani di Cibodas menanam stroberi dengan media tanah. Ternyata saat mengadakan pelatihan menanam stroberi di Jawa Tengah, para petani biasa bertani dengan menggunakan sekam. "Ternyata dengan sekam, air bisa tersimpan lebih lama. Bagi mereka, hal tersebut merupakan cara biasa, tapi buat kami itu pengetahuan baru," tutur Doyo.

Hampir di seluruh perkebunan milik petani, para buruh tani dipersilakan meluangkan waktu untuk menggarap tanaman yang mereka kelola di halaman atau di lahan yang mereka sewa. "Di kelompok tani Desa Cibodas, biasanya jika ada anggota kelompok yang sudah mampu mandiri, mereka dipersilakan keluar dan membentuk kelompok sendiri untuk melatih petani lain yang belum bergabung," ujar Doyo.

Tak heran jika di desa ini terdapat 16 kelompok tani. Setiap kelompok memiliki fokus usaha dan pelatihan sendiri. Kelompok Gapura Tani merupakan pengada bibit pertanian, Mekar Tani Jaya I mengurus pupuk organik, PD Grace membidangi sayur- mayur eksklusif untuk supermarket dengan bibit impor berikut teknologinya.

Ada juga Kelompok Tani Budi Rahayu yang ahli di bidang pertanian buncis. Kelompok Tani Wangi Harum membidangi bunga potong, dan Yans Fruit and Vagatables merupakan pencari pasar produk pertanian. Para petani di kelompok-kelompok tani bergabung dalam Paguyuban Pandu Tani.

Melalui kelompok-kelompok pula, para petani berhasil memikat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Bobon Turbansyah (53), misalnya, ia memberi peluang sangat besar bagi pemuda di desanya bekerja di lahan pertanian, gudang pengepakan, atau kantor administrasi pemasaran dalam agrobisnisnya. Pemuda pencandu narkoba dan penderita gangguan jiwa pun dilibatkannya.

Hingga kini, setiap tahun sekitar 30 remaja berhasil dididik sebagai petani. Angka urbanisasi di Desa Cibodas pun sangat rendah, hanya tiga persen per tahun. Sementara penduduk baru mencapai 15 persen per tahun.

Dalam kelompok-kelompok tani, pengurus tidak mendapatkan gaji. Namun, kelompok membayar gaji kepada pekerja-pekerja yang mengurusi soal bisnis. Misalnya, pekerja di bidang administrasi pertanian. Gaji mereka bisa lebih dari Rp 1 juta per bulan.

Para petani juga selalu menyisihkan sedikit lahan di kebun untuk percobaan dengan memberi perlakuan khusus pada tanaman agar mampu mencapai produktivitas dan kualitas terbaik bagi hasil pertaniannya.

Selain itu, sebelum menanam suatu jenis tanaman, mereka melakukan analisis usaha. Dengan analisis usaha yang baik, mereka bisa melibatkan investor untuk bermain di dalam usaha pertanian mereka. Para petani pun sudah mampu membuat proposal. Salah satu hasilnya, para pensiunan dari sebuah perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia siap berinvestasi.

Tak hanya itu, dengan analisis usaha, mereka juga bisa dengan mudah mendapat pinjaman dari bank. Bahkan, karena lancar dalam pembayaran, bank bersedia memberi pinjaman lagi dengan jumlah yang lebih besar untuk digunakan sebagai modal usaha.

Dalam menganalisis usaha pertanian, Ishak (41), seorang petani sayuran, sudah memanfaatkan jaringan internet untuk mengetahui perubahan harga, komoditas unggulan, perubahan cuaca, metodologi dan pola bertani yang baru. "Tidak semua petani bisa menggunakan internet, tapi biasanya saya menyampaikan kepada mereka tentang informasi-informasi baru dalam pertemuan informal, sambil ngobrol sore-sore," kata Ishak.

Tak hanya itu, para petani di Desa Cibodas pun punya waktu libur, lho. Mereka mengatur sendiri waktu mereka beristirahat dan berkumpul seharian dengan keluarga. Betapa menyenangkannya menjadi petani modern, bukan?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar